Sabtu, 14 Februari 2015

Hukum perayaan valentine day dalam islam

Boleh jadi tanggal 14 Februari setiap tahunnya merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak remaja, baik di negeri ini maupun di berbagai belahan bumi lainnya. Sebab hari itu banyak dipercaya orang sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. Itulah hari Valentine, sebuah hari di mana orang-orang di barat sana menjadikannya sebagai fokus untuk mengungkapkan rasa ‘kasih sayang’, walau pun pada hakikatnya bukan kasih sayang melainkan hari ‘making love’.
Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup barat ke dunia Islam, perayaan hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan hangat, terutama dari kalangan remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak warna pink, ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta dengan berbagai ekspresinya, menyemarakkan suasana Valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja muslim sekali pun.
Sejarah Valentine
Valentine’s Day menurut literatur ilmiyah dan kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal dari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.
The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Encylopedia 1998).
Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno.
Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis (penyembah berhala) dari Romawi kuno.
Katakanlah, “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 1-6)
Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. Sehingga seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan Valentine ini sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut menghadiri perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga kini. Maka seharusnya juga ada fatwa yang mengharamkan perayaan valentine khusus buat umat Islam.
Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di mana umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.
Valentine Berasal dari Budaya Syirik.
Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan, “Kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi”.
Disadari atau tidak ketika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si “Cupid (bayi bersayap dengan panah)” itu adalah putra Nimrod “the hunter” dewa matahari.
Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri. Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.
Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk neraka, naudzu billahi min zalik.
Semangat valentine adalah Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido biasa.
Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan teman lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang.
Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan. Orang barat memang tidak bisa membedakan antara cinta dan zina. Ungkapan make love yang artinya bercinta, seharusnya sedekar cinta yang terkait dengan perasan dan hati, tetapi setiap kita tahu bahwa makna make love atau bercinta adalah melakukan hubungan kelamin alias zina. Istilah dalam bahasa Indonesia pun mengalami distorsi parah.
Misalnya, istilah penjaja cinta. Bukankah penjaja cinta tidak lain adalah kata lain dari pelacur atau menjaja kenikmatan seks?
Di dalam syair lagu romantis barat yang juga melanda begitu banyak lagu pop di negeri ini, ungkapan make love ini bertaburan di sana sini. Buat orang barat, berzina memang salah satu bentuk pengungkapan rasa kasih sayang. Bahkan berzina di sana merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang.
Bahkan para orang tua pun tidak punya hak untuk menghalangi anak-anak mereka dari berzina dengan teman-temannya. Di barat, zina dilakukan oleh siapa saja, tidak selalu Allah sybhanahu wa ta’ala berfirman tentang zina, bahwa perbuatan itu bukan hanya dilarang, bahkan sekedar mendekatinya pun diharamkan.
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS Al Isra’: 32)
Kasih Sayang Menurut Islam
Di dalam Islam tidak ada Valentine, sebab kata Valentine itu merupakan istilah impor dari agama di luar Islam. Bahkan latar belakang sejarah dan esensinya pun tidak sejalan dengan Islam.
Namun kalau yang anda inginkan adalah perwujudan rasa kasih sayang menurut syariah Islam, tentu saja Islam merupakan ‘gudang’ nya kasih sayang. Tidak sebatas pada orang-orang terkasih saja, bahkan kasih sayang kepada semua orang. Bahkan hewan pun termasuk yang mendapatkan kasih sayang.
Cinta kepada Kekasih
Kasih sayang kepada orang terkasih pun ada di dalam Islam, bahkan menyayangi pasangan kita dinilai sebagai ibadah. Ketika seorang wanita memberikan seluruh cintanya kepada laki-laki yang dicintainya, maka Allah pun mencurahkan kasih sayang-Nya kepada wanita itu. Hal yang sama berlaku sebaliknya.
Namun kasih sayang antara dua insan di dalam Islam hanya terjadi dan dibenarkan dalam ikatan yang kuat. Di mana laki-laki telah berjanji di depan 2 orang saksi. Janji itu bukan diucapkan kepada si wanita semata, melainkan juga kepada orang yang palingbertanggung-jawab atas diri wanita itu, yaitu sang ayah. Ikatan ini telah menjadikan pasangan laki dan wanita ini sebagai sebuah keluarga. Sebuah ikatan suami istri.
Adapun bila belum ada ikatan, maka akan sia-sia sajalah curahan rasa kasih sayang itu. Sebab salah satu pihak atau malah dua-duanya sangat punya kemungkinan besar untuk mengkhianati cinta mereka. Pasangan mesra di luar nikah tidak lain hanyalah cinta sesaat, bahkan bukan cinta melainkan birahi dan libido semata, namun berkedok kata cinta.
Dan Islam tidak kenal cinta di luar nikah, karena esensinya hanya cinta palsu, cinta yang tidak terkait dengan konsekuensi dan tanggung-jawab, cinta murahan dan -sejujurnya- tidak berhak menyandang kata cinta.
Cinta kepada Sesama
Di luar cinta kepada pasangan hidup, sesungguhnya masih banyak bentuk kasih sayang Islam kepada sesama manusia. Antara lain bahwa Islam melarang manusia saling berbunuhan, menyakiti orang lain, bergunjing, mengadu domba atau pun sekedar mengambil harta orang lain dengan cara yang batil.
Bandingkan dengan peradaban barat yang sampai hari duduk di kursi terdepat sebagai jagal yang telah membunuh berjuta nyawa manusia. Bukankah suku Indian di benua Amerika nyaris punah ditembaki hidup-hidup? Bukankah suku Aborigin di benua Australia pun sama nasibnya?
Membunuh satu nyawa di dalam Islam sama saja membunuh semua manusia. Bandingkan dengan jutaan nyawa melayang akibat perang dunia I dan II. Silahkan hitung sendiri berapa nyawa manusia melayang begitu saja akibat ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki?
Silahkan buka lembaran sejarah, siapakah yang dengan bangga bercerita kepada anak cucunya bahwa nenek moyang mereka berhasil membanjiri masjid Al Aqsha dengan genangan darah muslimin, sehingga banjir darah di masjid itu sebatas lutut kuda?
Di awal tahun 90-an, kita masih ingat bagaimana Serbia telah menyembelih umat Islam di Bosnia, anak-anak mati ditembaki. Bahkan janin bayi di dalam perut ibunya dikeluarkan dengan paksa dan dijadikan bola tendang. Bayangkan, kebiadaban apa lagi yang bisa menandinginya?
Sesungguhnya peradaban barat itu bertqanggung jawab atas semua ini. Tangan mereka kotor dengan darah manusia, korban nafsu angkara murka.
Kasih sayang yang sesungguhnya hanya ada di dalam Islam. Sebuah agama yang terbukti secara pasti telah berhasil menjamin keamanan Palestina selama 14 abad lamanya. Di mana tiga agama besar dunia bisa hidup akur, rukun dan damai. Palestina baru kembali ke pergolakannya justru setelah kaum yahudi menjajahnya di tahun 1948.
Bahkan gereja Eropa di masa kegelapan (Dark Ages) pun tidak bisa melepaskan diri dari cipratan darah manusia, ketika mereka mengeksekusi para ilmuwan yang dianggap menentang doktrin gereja. Tanyakan kepadaGalileo Galilei, juga kepada Copernicus, apa yang dilakukan geraja kepada mereka? Apa yang menyebabkan kematian mereka? Atas dosa apa keduanya harus dieksekusi? Keduanya mati lantaran mengungkapkan kebenaran ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu pengetahuandianggap tidak sesuai dengan kebohongan gereja.
Kalau kepada ilmuwan gereja merasa berhak untuk membunuhnya, apatah lagi dengan orang kebanyakan. Lihatlah bagaimana pemuda Eropa dikerahkan untuk sebuah perang sia-sia ke negeri Islam, perang salib. Lihatlah bagaimana nyawa para pemuda itu mati konyol, karena dibohongi untuk mendapatkan surat pengampunan dosa, bila mau merebut Al Aqsha.
Sejarah kedua agama itu, berikut sejarah Eropa di masa lalu kelam dan bau anyir darah. Sejarah hitam nan legam…
Bandingkan dengan sejarah Islam, di mana anak-anak bermain dengan bebas di taman-taman kota, meski orang tua mereka lain agama. Bandingkan dengan sejarah perluasan masjid di Mesir yang tidak berdaya lantaran tetangga masjid yang bukan muslim keberatan tanahnya digusur. Bandingkan dengan pengembalian uang jizyah kepada pemeluk agama Nasrani oleh panglima Abu Ubaidah Ibnul Jarah, lantaran merasa tidak sanggup menjamin keamanan negeri.
Siapakah yang menampung pengungsi Yahudi ketika diusir dari Spanyol oleh rejim Kristen? Tidak ada satu pun negara yang mau menampung pelarian Yahudi saat itu, kecuali khilafah Turki Utsmani. Sebab meski tidak seagama, Islam selalu memandang pemeluk agama lain sebagai manusia juga. Mereka harus dilindungi, diberi hak-haknya, diberi makan, pakaian dan tempat tinggal layak. Syaratnya hanya satu, jangan perangi umat Islam. Dan itu adalah syarat yang teramat mudah.
Maka kalau kita bicara cinta dan kasih sayang, Islam lah bukti nyatanya.

Jumat, 13 Februari 2015

Perayaan ulang tahun dalam islam

PERAYAAN ulang tahun sudah menjadi tradisi dikalangan kita ini. Bukan hanya anak kecil namun para remaja dan bahkan orang dewasa sekalipun merayakan hari kelahirannya itu. Kini ulang tahun bukan hanya dirayakan bagi seseorang saja tapi ulang tahun sebuah negara pun diperingati. Namun, apakah Islam mengajarkan tradisi perayaan ulang tahun itu?
Perayaan ulang tahun atas kelahiran seseorang atau suatu organisasi tertentu tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Karena itu bila dilakukan, tidak bernilai ibadah.
Cukup banyak ulama tidak menyetujui perayaan ulang tahun yang diadakan tiap tahun. Tentu mereka datang dengan dalil dan hujjah yang kuat. Di antara alasan penolakan mereka terhadap perayaan ulang tahun antara lain:

1. Ulang tahun bila sampai menjadi keharusan untuk dirayakan dianggap sebuah bid’ah. Sebab Rasulullah SAW belum pernah memerintahkannya, bahkan meski sekedar mengisyaratkannya pun tidak pernah. Sehingga bila seorang muslim sampai merasa bahwa perayaan hari ulang tahun itu sebagai sebuah kewajiban, masuklah dia dalam kategori pembuat bid’ah.
2. Selain itu, kita tahu persis bahwa perayaan uang tahun itu diimpor begitu saja dari Barat yang nota bene bukan beragama Islam. Sedangkan sebagai muslim, sebenarnya kita punya kedudukan yang jauh lebih tinggi. Bukan pada tempatnya sebagai bangsa muslim, malah mengekor Barat dalam masalah tata kehidupan. Seolah pola hidup dan kebiasaan orang Barat itu mau tidak mau harus dikerjakan oleh kita yang muslim ini. Kalau sampai demikian, sebenarnya jiwa kita ini sudah terjajah tanpa kita sadari. Buktinya, life style mereka sampai mendarah daging di otak kita, sampai-sampai banyak di antara mereka kurang sreg kalau pada hari ulang tahun anaknya tidak merayakannya. Meski hanya sekedar dengan ucapan selamat ulang tahun.
Tradisi ulang tahun sama sekali tidak memiliki akar sejarah dalam islam. Islam tak pernah diajarkan untuk merayakan ulang tahun. Kalau pun kemudian ada orang yang berargumen bahwa dengan diperingatinya maulid Nabi, hal itu menjadi dalil kalau ulang tahun boleh juga dalam pandangan Islam. Maka ini adalah argumen yang tidak tepat.
Rasulullah SAW sendiri tak pernah mengajarkan kepada kita melalui hadisnya untuk merayakan maulid Nabi. Maulid Nabi, itu bukan untuk diperingati, tapi tadzkirah, alias peringatan. Maksudnya? Kalau kita baca buku tarikh Islam, di situ ada catatan bahwa Sultan Shalahuddin al-Ayubi amat prihatin dengan kondisi umat Islam pada saat itu. Dimana bumi Palestina dirampas oleh Pasukan Salib Eropa. Sultan Shalahuddin menyadari bahwa umat ini lemah dan tidak berani melawan kekuatan Pasukan Salib Eropa yang berhasil menguasai Palestina, karena mereka sudah kena penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Mereka bisa begitu karena mengabaikan salah satu ajaran Islam, yakni jihad. Bahkan ada di antara mereka yang tidak menyadari dengan perjuangan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Untuk menyadarkan kaum muslimin tentang pentingnya perjuangan, Sultan Shalahuddin menggagas ide tersebut, yakni tadzkirah terhadap Nabi, yang kemudian disebut entah siapa yang memulainya sebagai maulid Nabi. Tujuan intinya mengenalkan kembali perjuangan Rasulullah dalam mengembangkan Islam ke seluruh dunia. Singkat cerita, kaum muslimin saat itu sadar dengan kelemahannya dan mencoba bangkit. Akhirnya, berkobarlah semangat jihad dalam jiwa kaum muslimin, dan bumi Palestina pun kembali ke pangkuan Islam, tentu setelah mereka mempecundangi Pasukan Salib Eropa. Jadi maulid Nabi bukan dalil dibolehkannya pesta ulang tahun.

Seorang penanya pernah bertanya kepada seorang ulama besar yang dikenal dengan Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rahimahullah. Si penanya berkata,
“Apakah merayakan hari ulang tahun bagi seorang anak dianggap tasyabbuh (menyerupakan diri) dengan kaum barat kafir ataukah ia adalah untuk menyenangkan jiwa dan memasukkan rasa gembira di hati sang anak dan keluarganya?”
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab,
“Merayakan hari ulang tahun tak akan lepas dari dua kondisi. Entah ia adalah ibadah atau ia adalah kebiasaan. Jika ia adalah ibadah, maka ia termasuk bid’ah (ajaran baru yang tak berdasar) dalam agama Allah.”
Sungguh telah tsabit (benar) dari Nabi shallallahu alaihi wasallam adanya peringatan dari bahaya bid’ah dan bahwa ia adalah kesesatan. Beliau Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ و كُلَّ ضَلَالَةٍ في النار
“Waspadalah kalian dari perkara (agama) yang diada-ada. Karena, semua yang diada-ada merupakan bid’ah dan sesungguhnya bid’ah itu adalah kesesatan. Sedang kesesatan itu adalah di neraka.” [rika/islampos/shirotholmustaqim/wahid-berbagi/liishya-liishyi]

Senin, 09 Februari 2015

Islam Mengatur Hukuman Mati

Hukuman mati (ilustrasi).REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Tokoh ulama di Kabupaten Aceh Barat, Tgk Ahmad Rifai, menuturkan, dalam Islam hukuman mati sudah diatur. Karenanya ia mendukung mati terpidana kasus narkoba karena kejahatan yang dilakukan terpidana sudah di luar batas kemanusiaan yang mengancam keselamatan orang banyak.

"Tergantung kriteria kejahatannya. Narkoba tidak kalah sadisnya membunuh dan mengancam keselamatan generasi umat Islam maupun rakyat Indonesia dan semua itu wewenang penguasa yang boleh melakukan, tidak bersifat individu," katanya di Meulaboh, Rabu (21/1).

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Barat menyatakan saban hari sekitar 40 hingga 50 orang mati karena narkoba. Praktik demikian merupakan suatu pembunuhan sadis umat manusia yang melebihi dari pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang diadopsi oleh negara manapun di dunia.

Enam terpidana narkoba dieksekusi Ahad (18/1). Mereka adalah Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brazil), Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI), Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam), Namaona Denis (WN Malawi), Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria), dan Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (WNI)

Aspek Keperilakuan pada Etika Akuntan

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Akuntan merupakan profesi yang keberadaanya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. Se...